Allah Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman,
bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga
(di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian
beruntung." (Aali 'Imraan:200)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ
الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar." (Al-Baqarah:155)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
Dan Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang
yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (Az-Zumar:10)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ
ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
"Tetapi orang yang bersabar dan
mema`afkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diutamakan." (Asy-Syuuraa:43)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
Dan Allah Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah:153)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ
الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ
"Dan sesungguhnya Kami
benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad
dan bersabar di antara kalian." (Muhammad:31)
Dan ayat-ayat yang memerintahkan sabar dan menerangkan keutamaannya sangat banyak dan dikenal.
Pengertian dan Jenis-jenis Sabar
Ash-Shabr (sabar) secara bahasa artinya al-habsu (menahan), dan di antara yang menunjukkan pengertiannya secara bahasa adalah ucapan: "qutila shabran" yaitu dia terbunuh dalam keadaan ditahan dan ditawan. Sedangkan secara syari'at adalah menahan diri atas tiga perkara: yang pertama: (sabar) dalam mentaati Allah, yang kedua: (sabar) dari hal-hal yang Allah haramkan, dan yang ketiga: (sabar) terhadap taqdir Allah yang menyakitkan.
Inilah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para 'ulama.
Jenis sabar yang pertama: yaitu hendaknya manusia bersabar terhadap ketaatan kepada Allah, karena sesungguhnya ketaatan itu adalah sesuatu yang berat bagi jiwa dan sulit bagi manusia. Memang demikianlah kadang-kadang ketaatan itu menjadi berat atas badan sehingga seseorang merasakan adanya sesuatu dari kelemahan dan keletihan ketika melaksanakannya. Demikian juga padanya ada masyaqqah (sesuatu yang berat) dari sisi harta seperti masalah zakat dan masalah haji.
Yang penting, bahwasanya ketaatan-ketaatan itu padanya ada sesuatu dari masyaqqah bagi jiwa dan badan, sehingga butuh kepada kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, Allah berfirman:
Dan ayat-ayat yang memerintahkan sabar dan menerangkan keutamaannya sangat banyak dan dikenal.
Pengertian dan Jenis-jenis Sabar
Ash-Shabr (sabar) secara bahasa artinya al-habsu (menahan), dan di antara yang menunjukkan pengertiannya secara bahasa adalah ucapan: "qutila shabran" yaitu dia terbunuh dalam keadaan ditahan dan ditawan. Sedangkan secara syari'at adalah menahan diri atas tiga perkara: yang pertama: (sabar) dalam mentaati Allah, yang kedua: (sabar) dari hal-hal yang Allah haramkan, dan yang ketiga: (sabar) terhadap taqdir Allah yang menyakitkan.
Inilah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para 'ulama.
Jenis sabar yang pertama: yaitu hendaknya manusia bersabar terhadap ketaatan kepada Allah, karena sesungguhnya ketaatan itu adalah sesuatu yang berat bagi jiwa dan sulit bagi manusia. Memang demikianlah kadang-kadang ketaatan itu menjadi berat atas badan sehingga seseorang merasakan adanya sesuatu dari kelemahan dan keletihan ketika melaksanakannya. Demikian juga padanya ada masyaqqah (sesuatu yang berat) dari sisi harta seperti masalah zakat dan masalah haji.
Yang penting, bahwasanya ketaatan-ketaatan itu padanya ada sesuatu dari masyaqqah bagi jiwa dan badan, sehingga butuh kepada kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman,
bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga
(di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian
beruntung." (Aali 'Imraan:200)
Allah juga berfirman
Allah juga berfirman
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ
وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
"Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya."
(Thaahaa:132)
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ
الْقُرْءَانَ تَنْزِيلاً(23) فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
"Sesungguhnya Kami telah
menurunkan Al Qur'an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka
bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu."
(Al-Insaan:23-24)
Ayat ini menerangkan tentang sabar dalam melaksanakan perintah-perintah, karena sesungguhnya Al-Qur`an itu turun kepadanya agar beliau (Rasulullah) menyampaikannya (kepada manusia), maka jadilah beliau orang yang diperintahkan untuk bersabar dalam melaksanakan ketaatan.
Dan Allah Ta'ala berfirman:
Ayat ini menerangkan tentang sabar dalam melaksanakan perintah-perintah, karena sesungguhnya Al-Qur`an itu turun kepadanya agar beliau (Rasulullah) menyampaikannya (kepada manusia), maka jadilah beliau orang yang diperintahkan untuk bersabar dalam melaksanakan ketaatan.
Dan Allah Ta'ala berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
"Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya." (Al-Kahfi:28)
Ini adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Jenis sabar yang kedua: yaitu bersabar dari hal-hal yang Allah haramkan sehingga seseorang menahan jiwanya dari apa-apa yang Allah haramkan kepadanya, karena sesungguhnya jiwa yang cenderung kepada kejelekan itu akan menyeru kepada kejelekan, maka manusia perlu untuk mengekang dan mengendalikan dirinya, seperti berdusta, menipu dalam bermuamalah, memakan harta dengan cara yang bathil, dengan riba dan yang lainnya, berbuat zina, minum khamr, mencuri dan lain-lainnya dari kemaksiatan-kemaksiatan yang sangat banyak.
Maka kita harus menahan diri kita dari hal-hal tadi jangan sampai mengerjakannya dan ini tentunya perlu kesabaran dan butuh pengendalian jiwa dan hawa nafsu.
Di antara contoh dari jenis sabar yang kedua ini adalah sabarnya Nabi Yusuf 'alaihis salaam dari ajakan istrinya Al-'Aziiz (raja Mesir) ketika dia mengajak (zina) kepadanya di tempat milik dia, yang padanya ada kemuliaan dan kekuatan serta kekuasaan atas Nabi Yusuf, dan bersamaan dengan itu Nabi Yusuf bersabar dan berkata:
Ini adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Jenis sabar yang kedua: yaitu bersabar dari hal-hal yang Allah haramkan sehingga seseorang menahan jiwanya dari apa-apa yang Allah haramkan kepadanya, karena sesungguhnya jiwa yang cenderung kepada kejelekan itu akan menyeru kepada kejelekan, maka manusia perlu untuk mengekang dan mengendalikan dirinya, seperti berdusta, menipu dalam bermuamalah, memakan harta dengan cara yang bathil, dengan riba dan yang lainnya, berbuat zina, minum khamr, mencuri dan lain-lainnya dari kemaksiatan-kemaksiatan yang sangat banyak.
Maka kita harus menahan diri kita dari hal-hal tadi jangan sampai mengerjakannya dan ini tentunya perlu kesabaran dan butuh pengendalian jiwa dan hawa nafsu.
Di antara contoh dari jenis sabar yang kedua ini adalah sabarnya Nabi Yusuf 'alaihis salaam dari ajakan istrinya Al-'Aziiz (raja Mesir) ketika dia mengajak (zina) kepadanya di tempat milik dia, yang padanya ada kemuliaan dan kekuatan serta kekuasaan atas Nabi Yusuf, dan bersamaan dengan itu Nabi Yusuf bersabar dan berkata:
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ
إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ
أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
"Yusuf berkata: "Wahai
Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan
jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan
cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk
orang-orang yang bodoh." (Yuusuf:33)
Maka ini adalah kesabaran dari kemaksiatan kepada Allah.
Jenis sabar yang ketiga: yaitu sabar terhadap taqdir Allah yang menyakitkan (menurut pandangan manusia).
Karena sesungguhnya taqdir Allah 'Azza wa Jalla terhadap manusia itu ada yang bersifat menyenangkan dan ada yang bersifat menyakitkan.
Taqdir yang bersifat menyenangkan: maka butuh rasa syukur, sedangkan syukur itu sendiri termasuk dari ketaatan, sehingga sabar baginya termasuk dari jenis yang pertama (yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah). Adapun taqdir yang bersifat menyakitkan: yaitu yang tidak menyenangkan manusia, seperti seseorang yang diuji pada badannya dengan adanya rasa sakit atau yang lainnya, diuji pada hartanya –yaitu kehilangan harta-, diuji pada keluarganya dengan kehilangan salah seorang keluarganya ataupun yang lainnya dan diuji di masyarakatnya dengan difitnah, direndahkan ataupun yang sejenisnya.
Yang penting bahwasanya macam-macam ujian itu sangat banyak yang butuh akan adanya kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, maka seseorang harus menahan jiwanya dari apa-apa yang diharamkan kepadanya dari menampakkan keluh kesah dengan lisan atau dengan hati atau dengan anggota badan.
Allah berfirman:
Maka ini adalah kesabaran dari kemaksiatan kepada Allah.
Jenis sabar yang ketiga: yaitu sabar terhadap taqdir Allah yang menyakitkan (menurut pandangan manusia).
Karena sesungguhnya taqdir Allah 'Azza wa Jalla terhadap manusia itu ada yang bersifat menyenangkan dan ada yang bersifat menyakitkan.
Taqdir yang bersifat menyenangkan: maka butuh rasa syukur, sedangkan syukur itu sendiri termasuk dari ketaatan, sehingga sabar baginya termasuk dari jenis yang pertama (yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah). Adapun taqdir yang bersifat menyakitkan: yaitu yang tidak menyenangkan manusia, seperti seseorang yang diuji pada badannya dengan adanya rasa sakit atau yang lainnya, diuji pada hartanya –yaitu kehilangan harta-, diuji pada keluarganya dengan kehilangan salah seorang keluarganya ataupun yang lainnya dan diuji di masyarakatnya dengan difitnah, direndahkan ataupun yang sejenisnya.
Yang penting bahwasanya macam-macam ujian itu sangat banyak yang butuh akan adanya kesabaran dan kesiapan menanggung bebannya, maka seseorang harus menahan jiwanya dari apa-apa yang diharamkan kepadanya dari menampakkan keluh kesah dengan lisan atau dengan hati atau dengan anggota badan.
Allah berfirman:
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ
"Maka bersabarlah kamu untuk
(melaksanakan) ketetapan Tuhanmu." (Al-Insaan:24)
Maka masuk dalam ayat ini yaitu hukum Allah yang bersifat taqdir.
Dan di antara ayat yang menjelaskan jenis sabar ini adalah firman Allah:
Maka masuk dalam ayat ini yaitu hukum Allah yang bersifat taqdir.
Dan di antara ayat yang menjelaskan jenis sabar ini adalah firman Allah:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو
الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ
"Maka bersabarlah kamu seperti
orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan
janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka." (Al-Ahqaaf:35)
Ayat ini menerangkan tentang kesabaran para rasul dalam menyampaikan risalah dan dalam menghadapi gangguan kaumnya.
Dan juga di antara jenis sabar ini adalah ucapan Rasulullah kepada utusan salah seorang putri beliau:
Ayat ini menerangkan tentang kesabaran para rasul dalam menyampaikan risalah dan dalam menghadapi gangguan kaumnya.
Dan juga di antara jenis sabar ini adalah ucapan Rasulullah kepada utusan salah seorang putri beliau:
مُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ
"Perintahkanlah kepadanya,
hendaklah bersabar dan mengharap pahala kepada Allah (dalam menghadapi musibah
tersebut)." (HR. Al-Bukhariy no.1284 dan Muslim no.923)
Keadaan Manusia Ketika Menghadapi Musibah
Sesungguhnya manusia di dalam menghadapi dan menyelesaikan musibah ada empat keadaan:
Keadaan pertama: marah
Keadaan kedua: bersabar
Keadaan ketiga: ridha
Dan keadaan keempat: bersyukur.
Inilah empat keadaan manusia ketika ditimpa suatu musibah.
Adapun keadaan pertama: yaitu marah baik dengan hatinya, lisannya ataupun anggota badannya.
Adapun marah dengan hatinya yaitu dalam hatinya ada sesuatu terhadap Rabbnya dari kemarahan, perasaan jelek atau buruk sangka kepada Allah - dan kita berlindung kepada Allah dari hal ini- dan yang sejenisnya bahkan dia merasakan bahwa seakan-akan Allah telah menzhaliminya dengan musibah ini.
Adapun dengan lisan, seperti menyeru dengan kecelakaan dan kebinasaan, seperti mengatakan: "Duhai celaka, duhai binasa!", atau dengan mencela masa (waktu), yang berarti dia menyakiti Allah 'Azza wa Jalla dan yang sejenisnya.
Adapun marah dengan anggota badan seperti menampar pipinya, memukul kepalanya, menjambak rambutnya atau merobek bajunya dan yang sejenis dengan ini.
Inilah keadaan orang yang marah yang merupakan keadaannya orang-orang yang berkeluh kesah yang mereka ini diharamkan dari pahala dan tidak akan selamat (terbebas) dari musibah bahkan mereka ini mendapat dosa, maka jadilah mereka orang-orang yang mendapatkan dua musibah: musibah dalam agama dengan marah dan musibah dalam masalah dunia dengan mendapatkan apa-apa yang tidak menyenangkan.
Adapun keadaan kedua: yaitu bersabar terhadap musibah dengan menahan dirinya (dari hal-hal yang diharamkan), dalam keadaan dia membenci musibah dan tidak menyukainya dan tidak menyukai musibah itu terjadi akan tetapi dia bersabar (menahan) dirinya sehingga tidak keluar dari lisannya sesuatu yang dibenci Allah dan tidak melakukan dengan anggota badannya sesuatu yang dimurkai Allah serta tidak ada dalam hatinya sesuatu (berprasangka buruk) kepada Allah selama-lamanya, dia tetap bersabar walaupun tidak menyukai musibah tersebut.
Adapun keadaan ketiga: yaitu ridha, di mana keadaan seseorang yang ridha itu adalah dadanya lapang dengan musibah ini dan ridha dengannya dengan ridha yang sempurna dan seakan-akan dia tidak terkena musibah tersebut.
Adapun keadaan keempat: bersyukur, yaitu dia bersyukur kepada Allah atas musibah tersebut, dan adalah keadaannya Rasulullah apabila melihat sesuatu yang tidak disukainya, beliau mengatakan:
Keadaan Manusia Ketika Menghadapi Musibah
Sesungguhnya manusia di dalam menghadapi dan menyelesaikan musibah ada empat keadaan:
Keadaan pertama: marah
Keadaan kedua: bersabar
Keadaan ketiga: ridha
Dan keadaan keempat: bersyukur.
Inilah empat keadaan manusia ketika ditimpa suatu musibah.
Adapun keadaan pertama: yaitu marah baik dengan hatinya, lisannya ataupun anggota badannya.
Adapun marah dengan hatinya yaitu dalam hatinya ada sesuatu terhadap Rabbnya dari kemarahan, perasaan jelek atau buruk sangka kepada Allah - dan kita berlindung kepada Allah dari hal ini- dan yang sejenisnya bahkan dia merasakan bahwa seakan-akan Allah telah menzhaliminya dengan musibah ini.
Adapun dengan lisan, seperti menyeru dengan kecelakaan dan kebinasaan, seperti mengatakan: "Duhai celaka, duhai binasa!", atau dengan mencela masa (waktu), yang berarti dia menyakiti Allah 'Azza wa Jalla dan yang sejenisnya.
Adapun marah dengan anggota badan seperti menampar pipinya, memukul kepalanya, menjambak rambutnya atau merobek bajunya dan yang sejenis dengan ini.
Inilah keadaan orang yang marah yang merupakan keadaannya orang-orang yang berkeluh kesah yang mereka ini diharamkan dari pahala dan tidak akan selamat (terbebas) dari musibah bahkan mereka ini mendapat dosa, maka jadilah mereka orang-orang yang mendapatkan dua musibah: musibah dalam agama dengan marah dan musibah dalam masalah dunia dengan mendapatkan apa-apa yang tidak menyenangkan.
Adapun keadaan kedua: yaitu bersabar terhadap musibah dengan menahan dirinya (dari hal-hal yang diharamkan), dalam keadaan dia membenci musibah dan tidak menyukainya dan tidak menyukai musibah itu terjadi akan tetapi dia bersabar (menahan) dirinya sehingga tidak keluar dari lisannya sesuatu yang dibenci Allah dan tidak melakukan dengan anggota badannya sesuatu yang dimurkai Allah serta tidak ada dalam hatinya sesuatu (berprasangka buruk) kepada Allah selama-lamanya, dia tetap bersabar walaupun tidak menyukai musibah tersebut.
Adapun keadaan ketiga: yaitu ridha, di mana keadaan seseorang yang ridha itu adalah dadanya lapang dengan musibah ini dan ridha dengannya dengan ridha yang sempurna dan seakan-akan dia tidak terkena musibah tersebut.
Adapun keadaan keempat: bersyukur, yaitu dia bersyukur kepada Allah atas musibah tersebut, dan adalah keadaannya Rasulullah apabila melihat sesuatu yang tidak disukainya, beliau mengatakan:
الْحَمْدُ للهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
"Segala
puji bagi Allah dalam setiap keadaan."
Maka dia bersyukur kepada Allah dari sisi bahwasanya Allah akan memberikan kepadanya pahala terhadap musibah ini lebih banyak dari apa-apa yang menimpanya.
Dan karena inilah disebutkan dari sebagian ahli ibadah bahwasanya jarinya terluka lalu dia memuji Allah terhadap musibah tersebut, maka orang-orang berkata: "Bagaimana engkau memuji Allah dalam keadaan tanganmu terluka?" Maka dia menjawab: "Sesungguhnya manisnya pahala dari musibah ini telah menjadikanku lupa terhadap pahitnya rasa sakitnya."
Tingkatan Sabar
Sabar itu ada tiga macam, yang paling tingginya adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, kemudian sabar dalam meninggalkan kemaksiatan kepada Allah, kemudian sabar terhadap taqdir Allah. Dan susunan ini ditinjau dari sisi sabar itu sendiri bukan dari sisi orang yang melaksanakan kesabaran, karena kadang-kadang sabar terhadap maksiat lebih berat bagi seseorang daripada sabar terhadap ketaatan, apabila seseorang diuji contohnya dengan seorang wanita yang cantik yang mengajaknya berbuat zina di tempat yang sunyi yang tidak ada yang melihatnya kecuali Allah, dalam keadan dia adalah seorang pemuda yang mempunyai syahwat (yang tinggi), maka sabar dari maksiat seperti ini lebih berat bagi jiwa. Bahkan kadang-kadang seseorang melakukan shalat seratus raka'at itu lebih ringan daripada menghindari maksiat seperti ini.
Dan terkadang seseorang ditimpa suatu musibah, yang kesabarannya dalam menghadapi musibah ini lebih berat daripada melaksanakan suatu ketaatan, seperti seseorang kehilangan kerabatnya atau temannya ataupun istrinya. Maka engkau akan dapati orang ini berusaha untuk sabar terhadap musibah ini sebagai suatu kesulitan yang besar.
Akan tetapi ditinjau dari kesabaran itu sendiri maka tingkatan sabar yang tertinggi adalah sabar dalam ketaatan, karena mengandung ilzaaman (keharusan) dan fi'lan (perbuatan). Maka shalat itu mengharuskan dirimu lalu kamu shalat, demikian pula shaum dan haji… Maka padanya ada keharusan, perbuatan dan gerakan yang padanya terdapat satu macam dari kepayahan dan keletihan.
Kemudian tingkatan kedua adalah sabar dari kemaksiatan karena padanya hanya ada penahanan diri yakni keharusan bagi jiwa untuk meninggalkannya.
Adapun tingkatan ketiga, sabar terhadap taqdir, maka sebabnya bukanlah dari usaha seorang hamba, maka hal ini bukanlah melakukan sesuatu ataupun meninggalkan sesuatu, akan tetapi semata-mata dari taqdir Allah. Allahlah yang memberi taufiq.
Maka dia bersyukur kepada Allah dari sisi bahwasanya Allah akan memberikan kepadanya pahala terhadap musibah ini lebih banyak dari apa-apa yang menimpanya.
Dan karena inilah disebutkan dari sebagian ahli ibadah bahwasanya jarinya terluka lalu dia memuji Allah terhadap musibah tersebut, maka orang-orang berkata: "Bagaimana engkau memuji Allah dalam keadaan tanganmu terluka?" Maka dia menjawab: "Sesungguhnya manisnya pahala dari musibah ini telah menjadikanku lupa terhadap pahitnya rasa sakitnya."
Tingkatan Sabar
Sabar itu ada tiga macam, yang paling tingginya adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, kemudian sabar dalam meninggalkan kemaksiatan kepada Allah, kemudian sabar terhadap taqdir Allah. Dan susunan ini ditinjau dari sisi sabar itu sendiri bukan dari sisi orang yang melaksanakan kesabaran, karena kadang-kadang sabar terhadap maksiat lebih berat bagi seseorang daripada sabar terhadap ketaatan, apabila seseorang diuji contohnya dengan seorang wanita yang cantik yang mengajaknya berbuat zina di tempat yang sunyi yang tidak ada yang melihatnya kecuali Allah, dalam keadan dia adalah seorang pemuda yang mempunyai syahwat (yang tinggi), maka sabar dari maksiat seperti ini lebih berat bagi jiwa. Bahkan kadang-kadang seseorang melakukan shalat seratus raka'at itu lebih ringan daripada menghindari maksiat seperti ini.
Dan terkadang seseorang ditimpa suatu musibah, yang kesabarannya dalam menghadapi musibah ini lebih berat daripada melaksanakan suatu ketaatan, seperti seseorang kehilangan kerabatnya atau temannya ataupun istrinya. Maka engkau akan dapati orang ini berusaha untuk sabar terhadap musibah ini sebagai suatu kesulitan yang besar.
Akan tetapi ditinjau dari kesabaran itu sendiri maka tingkatan sabar yang tertinggi adalah sabar dalam ketaatan, karena mengandung ilzaaman (keharusan) dan fi'lan (perbuatan). Maka shalat itu mengharuskan dirimu lalu kamu shalat, demikian pula shaum dan haji… Maka padanya ada keharusan, perbuatan dan gerakan yang padanya terdapat satu macam dari kepayahan dan keletihan.
Kemudian tingkatan kedua adalah sabar dari kemaksiatan karena padanya hanya ada penahanan diri yakni keharusan bagi jiwa untuk meninggalkannya.
Adapun tingkatan ketiga, sabar terhadap taqdir, maka sebabnya bukanlah dari usaha seorang hamba, maka hal ini bukanlah melakukan sesuatu ataupun meninggalkan sesuatu, akan tetapi semata-mata dari taqdir Allah. Allahlah yang memberi taufiq.
1.
Sabar merupakan perintah dari Allah. “Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153). Ayat-ayat yang
serupa Ali Imran: 200, An-Nahl: 127, Al-Anfal: 46, Yunus: 109, Hud: 115.
2.
Larangan isti’jal (tergesa-gesa). “Maka bersabarlah
kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan
janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…” (Al-Ahqaf: 35)
3.
Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar: “…dan orang-orang yang
bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa.” (Al-Baqarah: 177)
4. Allah sangat mencintai orang-orang yang sabar. “Dan
Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)
5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya
Allah senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. “Dan
bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang
sabar.” (Al-Anfal: 46)
6.
Mendapatkan pahala berupa surga dari Allah. (Ar-Ra’d: 23 - 24)
Hadits
berbicara tentang sabar
Sebagaimana
dalam Al-Qur’an, dalam hadits banyak sekali sabda Rasulullah yang menjelaskan
tentang kesabaran. misalnya Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam an
Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar:
1.
Kesabaran merupakan “dhiya’ ” (cahaya yang amat terang). Karena
dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah
mengungkapkan, “…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” (HR.
Muslim)
2.
Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal.
Rasulullah pernah menggambarkan: “…barang siapa yang mensabar-sabarkan
diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…” (HR.
Bukhari)
3.
Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik. Rasulullah
mengatakan, “…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik
dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)
4.
Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mukmin, sebagaimana
hadits yang terdapat pada muqadimah; “Sungguh menakjubkan perkara orang
yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan
kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah
memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar
karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.” (HR.
Muslim)
5.
Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits
digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji
hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga
baginya’.” (HR. Bukhari)
6.
Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat pernah
mengatakan: Dari Abdullan bin Mas’ud berkata”Seakan-akan aku memandang
Rasulullah saw. menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya
hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, ‘Ya
Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR.
Bukhari)
7.
Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah pernah menggambarkan dalam
sebuah hadits;Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah bersabda,
“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah
orang yang memiliki jiwanya ketika marah.” (HR. Bukhari)
8.
Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkan dalam sebuah
haditsnya; Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullan saw. bersabda,
“Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan,
mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah
akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR. Bukhari
& Muslim)
9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang
tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah
sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal
yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah saw.
mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian
karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya,
hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu
lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik
bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar